Kembalinya Kapten Christoffel dari Flores Barat, yaitu Ngada dan Manggarai, melakukan penyerangan lagi di Ende ke bagian pedalaman Ende hingga seluruh Ndona termasuk Puu dan Lande dapat dikuasainya. Kemudian daerah Timur Lio seperti Tanah Kunu V, Ndori dan Mbuli dapat di kuasai. Pada tanggal 22 Desember 1907 kembali ke Ende dan melakukan peyerangan lagi ke daerah Ute dan Jea. Untuk menjalankan politiknya Belanda mengganggap kekacauan terjadi di Ende adalah akibat kesalahan raja, karena itu raja melepaskan jabatannya kemudian dibuang ke Alor, Kupang dan meninggal tahun 1918.
Baca: Alat Musik Tradisional Dari 38 Provinsi di Indonesia
Untuk mengisi kekosongan raja di Ende maka digantikan oleh saudaranya, yaitu Raja Pua Meno. Untuk raja Mbaki Bani semula berkuasa di hilir sungai Ndona pada tahun 1909 dipilih oleh semua mosalaki menjadi raja seluruh wilayah Ndona. Wilayah daerah Kunu V yaitu di sebelah timur Ndona, daerah Mbuli dan Ndori dipegang oleh Gezagheber van Suchtelen. Wilayah Nangapanda sampai Manggarai di bawah kekuasaan Controleur Couvreur yang telah diangkat menjadi Controleur Flores pertama pada tahun 1906.
Ende di Bawah Pemerintahan Kolonial
Setelah wilayah luar Ende takluk pada Belanda, kebijakan baru diterapkan dalam wilayah kekuasaannya. Pemerintah kerajaan Belanda menyatukan seluruh kerajaan kecil menjadi beberapa kerajaan dengan diperintah oleh raja berdasarkan korte verklaring Ratu Belanda Wihelmina. Selama berkuasa, raja tetap memegang teguh adat-istiadat dengan tetap diawasi oleh seorang pegawai Belanda atau controleur atau gezaghheber.
Wilayah Keresidenan
Tahun 1909 Belanda menetapkan wilayah karisidenan daerah taklukannya dengan pusat ibukotanya di Kupang. Karisidenan Kupang membawai tiga afdeeling, yaitu; 1) afdeeling Timor dan pulau-pulaunya, 2) afdeeling Flores dengan ibu kotanya di Ende, 3) afdeeling Sumbawa dan Sumba dengan ibu kotanya di Raba (Bima). Pada bidang pemerintahan berbagai sarana dan prasarana mulai dibangun, misalnya jalan menghubungkan antar wilayah tahun 1910 dengan sistem kerja rodi. Pemerintah membuat kantor telpon dan jasa layanan pos. Untuk menunjang keuangan pemerintahan pada tahun 1912 memwajibkan penduduknya untuk membayar pajak.
Flores Sebagai Afdeeling
Tahun 1915 Belanda menetapkan Flores sebagai afdeeling dengan diperintah oleh asisten resident bertempat tinggal di Ende. Pembagian afdeeling Flores dibagi menjadi 5 (lima) onder afdeeling, yaitu; (1) Flores Timur dan Solor dengan ibu kota Larantuka yang meliputi dua swapraja, yaitu Swapraja Larantuka dan Swaparaja Adonara, (2) Maumere dengan ibu kotanya Maumere mencangkup Swapraja Sikka dan daerah taklukannya, (3) Manggarai dengan ibu kotanya Raba (Bima) yang terdiri atas satu swapraja, yaitu Swapraja Manggarai, (4) Ende dengan ibu kota Ende yang terdiri atas Swapraja Ende dan Swapraja Lio, (5) Ngada dengan ibukotanya Bajawa yang terdiri atas tiga swapraja, yaitu swapraja Riung, Swaparaja Nagekeo, dan Swapraja Ngadha. Setiap onderafdeeling diperintah oleh seorang Civiel Gezaghebber atau controleur dengan bantu oleh pamong praja bumi putra berpangkat Bertuurrs Assistant.
Baca: Kumpulan Materi CPNS dan PPPK 2024
Struktur Pemerintahan
Pemerintahan Belanda di Ende terdiri atas Asisten Residen, Controleur, seorang Kommis, Civiel Gezahebber, seorang kaptein, dua orang opsir, 120 tentara, seorang dokter tentara dan agen KPM. Menurut Van Suchtelen wilayah onderafdeeling Ende pada tahun 1917 seluruh wilayahnya terdiri dari Tanah Rea, Ende, Ndona dan Tanah Kunu V dengan jumlah penduduknya sekitar 68.687 jiwa. Dengan perincian penduduk di ibu kota Ende berjumlah 19.687 jiwa terdiri atas 7.435 orang laki-laki, 4.752 orang perempuan, 3.985 anak laki-laki dan 3.515 anak perempuan. Luas wilayah tiap kampung Ende berukuran 2 pal dengan lebar kira-kira 150 m. Para penduduk di Ende sangat multi selain penduduk setempat asli ata Ende, ada dari Sumba, Makasar, Bugis, Eropa 61 jiwa, Cina 199 jiwa dan Orang Arab 144. Para penduduk sudah memeluk agama Islam, Kristen, dan penduduk yang ada di pegunungan masih kafir.
One Comment