Artikel

Sejarah Kota Ende

Ende: Dari Kerajaan Tradisional Hingga Kota Pancasila

Immaculata dan para pastor banyak memberikan pengaruh besar dalam pemikiran Soekarno. Kelompok Kelimoetoe Toneel Club yang dibentuk mencangkup lintas golongan dan lintas agama menjadi sebuah „kampus‟ bagi Soekarno untuk diskusi, menyanyi, berpawai, mengajar lagu-lagu terkenal masa itu termasuk dalam hal ini Indonesia Raya. Lewat toneel Soekarno membangun kembali semangatnya juangnya terhadap anak muda Ende. Soekarno untuk pertama kalinya di Ende dapat melihat dan mengenal arti dan makna keberagaman budaya dan agama.

Soekarno dan Pancasila

Pemikiran Soekarno tentang butir-butir Pancasila tumbuh subur di Ende terbagi dalam 4 kata kunci, yaitu Islam, diskusi, aksi teater, dan refleksi. Soekarno mengatakan Pancasila lahir dari berbagai budaya, agama dan peran yang kuat adalah Islam. Nilai-nilai Islam telah terintegrasi pada sila-sila dan sebagai puncak dari Pancasila adalah ujung dari kegiatan manusia (causa finalis), yaitu persatuan secara metafisis dengan Tuhan. Dalam diskusi para pastor sahabat Soekarno menemukan sebuah ide tentang perumusan butir-butir Pancasila. Ada dua pertanyaan yang diajukan dari sahabatnya, yaitu Pertama “dimana tempat mamamu yang beragama Hindu itu di dalam negara yang mayoritas muslim?” Kedua “dimana tempat orang-orang Flores yang mayoritas Katolik ini dalam negara yang Marxist dan mayoritas muslim itu?”. Kedua pertanyaan ini memaksa Soekarno untuk berfikir secara mendalam. Semua masukan dari sahabatnya dikajinya secara cermat dan kemudian dimatangkan dalam perenungan yang panjang di pohon Sukun.

Baca: Tips & Trik Lolos PPPK 2024

Refleksi

Dalam refleksi Soekarno sering merenung di bawah pohon Sukun di pinggir laut. Sambil merenung di bawah pohon Sukun gagasan Soekarno tentang dasar-dasar Indonesia merdeka memperoleh bentuk yang jelas dan tetap yang kemudian dipakai sebagai falsafah bangsa Indonesia pada tahun 1945. Menurut Soekarno di bawah pohon Sukun konsep Pancasila diolah. Refleksi Soekarno di bawah pohon Sukun:

“Aku lalu duduk dan memandang pohon itu. Dan aku melihat pekerjaan daripada Trimurti dalam agama Hindu. Aku melihat Brahmana Yang Maha Pencipta dalam tunas yang berkecambah di kulit kayu yang keabu-abuan itu. Aku melihat Shiwa yang Maha Perusak dalam dahan-dahan mati yang gugur dari batangnya yang besar. Dan aku merasakan jaringan-jaringan yang sudah tua dalam badanku menjadi rontok dan mati di dalam.” “Pohon Sukun itu berdiri di atas sebuah bukit kecil yang menghadap teluk. Disana dengan pemandangan ke laut lepas tiada yang menghalangi dengan langit biru yang tidak ada batasnya dan megah putih yang menggelembung dan dimana sesekali seekor yang sedang bertualang lewat sendirian, disana itulah aku duduk melamun jam demi jam…”.

Tahun 1950 Soekarno berkunjung ke Ende. Selama kunjungan Soekarno tidak lupa pohon Sukun yang menghadap ke laut pantai Ende. Soekarno menegaskan pohon Sukun merupakan tempat dimana beliau merenungkan Pancasila yang menjadi dasar falsafah negara Indonesia. Pohon Sukun-lah gagasan tentang dasar perjuangan Soekarno menjadi dasar negara Indonesia dalam proses pematangannya.

Akhir Kerajaan dan Warisan Ende

Kerajaan Ende berakhir secara de facto pada tahun 1962 dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah tentang pembentukan kecamatan di Nusa Tenggara Timur. Raja Haji Hasan Aroeboesman kemudian menjabat sebagai Bupati Ende dari tahun 1967 hingga 1973. Beliau wafat pada tahun 1990, meninggalkan warisan berupa rumah raja dan rumah orangtuanya yang kini dikelola oleh keturunan sekretaris raja.

Previous page 1 2 3 4 5Next page
Show More

Related Articles

One Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button